Seni Mencintai Menurut Erich Fromm

Buku Seni Mencintai Buku Seni Mencintai

Membahas perihal cinta mungkin sebagian orang menganggapnya sebagai suatu hal yang sangat kekanak-kanakan, dan banyak yang berpikiran bahwa tema seperti ini hanya cocok untuk kalangan anak muda. Tapi, bagi yang masih dalam tahap pencarian, topik ini masih sangat relevan. Kenapa? Karena cinta merepresentasikan kualitas kepribadian yang ada pada diri manusia selama hidupnya.

Cinta memang konyol. Ya, konyol untuk orang-orang yang menjadi budak cinta. Cinta bukan hanya ditujukan untuk orang lain, tapi untuk diri kita sendiri (ya, itu yang utama). Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta adalah suatu perasaan yang positif dan diberikan pada manusia atau benda lainnya. Bisa dialami semua makhluk. Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Menurut Erich Fromm, ada lima syarat untuk mewujudkan cinta kasih, yaitu: perasaan, pengenalan, tanggung jawab, perhatian, dan saling menghormati.

Teori Cinta (Erich fromm)

Teori apa pun tentang cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia, yaitu eksistensi manusia. Manusia dianugerahi dengan rasio; ia adalah makhluk yang sadar dirinya; ia mempunyai kesadaran tentang dirinya, sesama, masa lalu, dan kemungkinan masa depannya. Kesadaran akan diri sebagai identitas yang terpisah, kesadaran akan jangka hidupnya yang pendek, akan fakta bahwa ia lahir dan mati bukan karena kehendaknya, bahwa ia akan mati sebelum mereka yang ia cintai, atau mereka mati lebih dulu sebelum dirinya, kesadaran akan kesendirian dan keterpisahannya, akan ketidakberdayaannya terhadap kehidupan alam dan masyarakat, semua ini membuat eksistensi dirinya terpisah dan terpecah menjadi penjara yang tak tertahankan.

Ia akan mengalami gangguan kejiwaan jika tidak dapat membebaskan diri dari penjara itu dan keluar, menyatukan diri dalam bentuk apa pun dengan manusia lain, dengan dunia luar. Kesadaran akan keterpisahan inilah yang menimbulkan munculnya rasa cinta pada diri manusia.

Kerinduan akan sesuatu dari luar dirinya disalurkan pada pribadi lain, pada benda dan Tuhan. Semenjak dilahirkan, kita menyadari bahwa kita hidup terpisah dari orang lain dan alam. Rasa kesendirian manusia adalah asal muasal dari rasa cinta atau rasa ingin bersatu kembali. Manusia tidak ditakdirkan untuk hidup menyendiri, kita adalah makhluk sosial sejak dari kandungan, artinya kita membutuhkan kehadiran subjek dan objek lain dari luar diri kita. Cinta adalah pemersatu atau pengisi kekosongan atas kesendirian manusia tersebut. Dengan tidak adanya cinta maka hidup pun tidak memiliki makna.

Erich Fromm dalam buku larisnya (The Art of Loving) menyatakan bahwa keempat gejala: care, responsibility, respect, knowledge muncul semua secara seimbang dalam pribadi yang mencintai. Cinta memuat perhatian (care) berarti bahwa dalam mencintai, kita haruslah memberikan perhatian aktif terhadap kehidupan serta perkembangan dari yang kita cintai. Hakikat cinta adalah berusaha demi sesuatu dan membuat sesuatu itu tumbuh.

Aspek selanjutnya dari cinta adalah tanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab berarti mampu dan siap untuk “merespon”. Kita ikut bertanggung jawab atas kehidupan orang yang kita cintai sebagaimana kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri.

Tanggung jawab dapat menjadi dominasi dan pemilikan jika tidak disertai komponen yang ketiga, yaitu penghargaan (respect). Penghargaan di sini berarti kemampuan untuk melihat seseorang sebagaimana adanya, dengan menyadari segala keunikan yang ada dalam diri orang tersebut. Sosok yang dicintai dibiarkan tumbuh dan berkembang dengan caranya sendiri dan demi kepentingannya sendiri, bukan dipaksa berkembang demi hasrat dan ambisi orang yang mencintai.

Untuk dapat melakukan ketiga aspek sebelumnya dengan baik, cinta juga harus memiliki aspek yang keempat, yaitu pemahaman atau pengetahuan (knowledge). Pemahaman di sini adalah pemahaman yang mendalam yang sanggup menembus inti persoalan. Pemahaman semacam ini hanya mungkin jika kita dapat melampaui perhatian atas diri sendiri untuk kemudian melihat orang lain sesuai dengan konteksnya sendiri. Dalam cinta, kita hanya bisa mengetahui lewat pemahaman atas apa yang hidup dalam diri manusia – dengan cara mengalami kesatuan, bukan melalui pengetahuan yang diberikan oleh pikiran.

Lalu, sudahkah kita mencintai diri kita dengan benar?

Sudahkah kita memberikan cinta dengan tulus pada orang-orang yang kita sayangi?

Semoga saja.

“Cinta adalah tindakan keyakinan, dan siapa pun yang kecil keyakinannya, kecil juga cintanya”- Erich fromm.